Jakarta, Kominfo – Maraknya penyebaran kabar bohong atau hoaks kian membahayakan masyarakat. Apalagi hoaks yang berkaitan dengan pandemi Covid-19. Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika terus melakukan pengaisan konten hoaks dan menapis agar tidak mudah disebarluaskan.
Akhir minggu ke-empat Januari 2020 hingga 1 Februari 2021, Tim AIS Kementerian Kominfo telah menemukenali 1402 kasus hoaks terkait Covid-19 dari
“Jika sebaran diitung per paltform digital, terdapat sebanyak 2.422 hoaks yang ditemukan di Facebook, Twiiter, Instagram, Tik Tok dan Youtube. Pasalnya, satu jenis konten hoaks bisa disebarkan dalam banyak platform,” ujar Koordinator Pengendalian Konten Internet Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Anthonius Malau ketika memberikan keterangan pers mengenai update isu hoaks dalam minggu ini, di Ruang Media Center KPC PEN, Jakarta, Selasa (02/02/2021).
Menurut Anthonius Malau, kalkulasi data hoaks terkait Covid-19 tediri dari 1701 sebaran di Facebook, 21 sebaran di Instagram, 490 sebaran di Twiitter dan di Youtube ada 20 sebaran.
“Sementara, statistik per tanggal 1 Februari 2021 pukul 12.00 WIB, sebanyak 198 sebaran hoak terkait hoaks virus Corona telah ditangani, 39 sebaran di Twitter, 22 sebaran di Youtube, dan 15 sebaran di Tik Tok,” ujarnya.
Dua Pendekatan
Terhadap penyebarluasan kabar bohong, Anthonius mengatakan Kementerian Kominfo melakukan dua pendekatan, yakni dengan metode soft dan hard approach.
“Untuk soft aprroach, ini pendekatan literasi digital bagaimana kita memperkuat masyarakat supaya Jangan mudah untuk percaya kepada satu konten-konten yang masih dipertanyakan kebenarannya,” jelasnya.
Mengenai hard approach, Anthonius menjelaskan pendekatannya lebih ditekankan dengan upaya pemblokiran, penegakan hukum dan seterusnya.
Lebih lanjut, Anthonius menyampaikan Kominfo melakukan kedua inisiatif itu dalam rangka melawan konten-konten ini mulai dari hulu, tengah, sampai hilir.
“Di hulu, untuk memperkuat kapasitas masyarakat melalui program literasi digital. Ada program Siberkreasi tujuannya adalah membekali masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengetahui, dapat membedakan memilih memilah mana konten-konten yang benar,” paparnya.
Berkaitan dengan peningkatan literasi digital, Anthonius menilai hal tersebut menjadi salah satu fondasi utama dan solusi berkelanjutan untuk membangun ketahanan masyarakat terhadap hoaks dan misinformasi.
Kemudian di tengah, Kominfo melakukan upaya pendekatan kepada berbagai platform media sosial. “Kalau konten-konten yang melanggar perundangan kita minta untuk take down,” kata Anthonius.
Untuk tingkatan terakhir atau di hilir, dilakukan guna meminimalisir dampak penyebarannya. “Multi remedium, langkah terakhir ini kita lakukan pemblokiran atau bahkan ada yang berujung dengan penegakan hukum. Sejauh ini ada 104 kasus yang telah dibawa ke ranah hukum,” jelas Anthonius.
Guna menjaga ruang digital agar bersih, Kominfo juga melakukan patroli siber yang bekerja 24 jam sehari dalam seminggu.
“Diawaki kurang lebih 100 orang yang bertugas untuk menerima aduan dari masyarakat. Kemudian, Kominfo bekerjasama dengan sekitar 28 kementerian/lembaga yang bermitra untuk menyampaikan pada kami bahwa konten-konten yang melanggar perundangan atau suatu entitas bisnis yang belum berizin itu untuk melakukan pemblokiran,” terang Anthonius. (hm.ys)