Jakarta, Kominfo – Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan pita frekuensi 2,3 GHz ditujukan untuk melengkapi kebutuhan teknologi 4G dan mengawali implementasi teknologi generasi kelima atau 5G. Menurutnya, Kementerian Kominfo tengah membenahi tata kelola spektrum frekuensi, analog switch off (ASO), pemerataan infrastruktur, dan penguatan regulasi ekosistem digital.
“Saya ingin menjelaskan frekuensi 2,3 GHz tersedia untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi, khusus untuk melengkapi kebutuhan 4G dan mengawali initial showcase 5G,” ujarnya dalam Seminar Daring CNBC Indonesia Telco Forum 2021: 5G Masa Depan Komunikasi RI dari Jakarta, Rabu (28/04/2021).
Guna memenuhi kebutuhan frekuensi 5G, Menteri Johnny menyatakan Kementerian Kominfo sedang melakukan farming dan refarming spektrum dalam berbagai tingkatan. “5G tidak hanya kegiatan human to machine tetapi bergerak dari machine to machine di level spektrum yang berbeda dan pemanfaatan Internet of Things (IoT) sangat penting nantinya,” jelasnya.
Menurut Menkominfo, Indonesia sendiri sudah 12 kali melakukan uji coba 5G, sehingga tidak tertinggal untuk pengembangan. “Jadi pengembangan 5G masih dalam tahap awal,” imbuhnya.
Menteri Johnny G mengatakan alasan pemerintah menggelar transformasi digital agar seluruh masyarakat mendapat manfaat dari berkembangnya dunia digital. “Untuk mewujudkan rencana tersebut, Kemkominfo berkolaborasi dengan pelaku industri digital,” ujarnya.
Menkominfo menjelaskan diperlukannya tata kelola spektrum frekuensi untuk mendorong teknologi mutakhir 5G, salah satu caranya dengan refarming spektrum guna meningkatkan efisiensi penggunaan. “Spektrum frekuensi ibarat jalan tol, tidak mungkin dibangun bila tidak tersedia land bank. Harus ada pembebasan lahan, bahkan yang sudah memiliki sertifikat. Kita perlu lakukan farming dan refarming spektrum,” katanya.
Mengenai ASO, efesiensi digitalisasi penyiaran nasional ini sudah memasuki tahap sosialisasi dan siap diimplementasikan pada November 2022. Berikutnya, pemerataan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, salah satu bentuknya dengan pemberian layanan 4G pada seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2022.
Sedangkan terkait penguatan regulasi di bidang digital ekosistem, pemerintah sudah membuat aturan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja dalam Peraturan Pemerintah (PM) Nomor 40 tentang postelsiar.
Di forum yang sama, Wakil Direktur Utama Sarana Menara Nusantara Adam Gifari menungkapkan Indonesia memiliki kebutuhan infrastruktur yang sangat besar di bidang telekomunikasi. “Ada beberapa hal yang tidak selaras, seperti saat pelaksanaan, muncul perbedaan pesepsi antara pemerintah pusat dan daerah. Masih banyak yang perlu didalami, seperti perizinan, komitmen, maupun peraturan. “Kami melihat ini menjadi suatu proses yang harus berkesinambungan,” paparnya. Oleh karena itu, Adam Gifari berharap ada suatu mekanisme antara pemerintah pusat, operator dan stakeholder. “Kalau tidak, ini bisa bermasalah saat implementasinya,” katanya.
Sementara itu, Direktur Utama Telkomsel Setyanto Hantoro menyambut baik keputusan pemerintah, dimana seleksi pengguna pita frekuensi 2,3 GHz bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jaringan bergerak seluler, meningkatkan kualitas layanan secara maksimal, serta mendorong akselerasi penggelaran infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan teknologi 5G.
“Seperti yang disampaikan oleh Menkominfo, 2,3 GHz itu menjadi band spektrum yang potensial untuk 5G, meski bukan satu-satunya. Telkomsel akan menjadi leading dan memberikan layanan 5G untuk masyarakat,” harapnya.
Dirut Telkomsel menekankan kewajiban provider mengejar perkembangan teknologi, agar masyarakat bisa memperoleh manfaat semaksimal mungkin. Saat 5G diimplementasikan, masyarakat end user maupun industri bisa memperoleh manfaat dengan peningkatan produktivitas, sehingga ada pertumbuhan ekonomi.
“Implementasi ini harus menjadi sustain untuk masyarakat dan operator, tidak hanya satu sektor tapi ekosistem harus disiapkan,” tambahnya.